Cerpen “Jadi Diri Sendiri”

Cerpen karya Ibu Fitri Handayani, S.Pd. Guru SMK Negeri 1 Ponjong

Jadi Diri Sendiri

Kehidupan anak remaja dan kisah percintaan sepertinya sudah menjadi dua hal yang tidak terpisahkan lagi. Masa-masa remaja akan hampa rasanya tanpa adanya kisah percintaan di dalamnya. Hal inilah yang sedang dialami oleh Janu, siswa kelas sebelas SMK yang sedang dilanda kasmaran. Hari ini Janu sengaja berangkat lebih pagi ke sekolah agar bisa melihat pujaan hatinya. Orang yang ia sukai bernama Dinda, siswi kelas sebelah yang akhir-akhir ini sering merepotkan hatinya. Dimata Janu, Dinda adalah siswi yang baik hati, ceria, pintar, dan ditambah wajahnya yang manis membuat Janu tergila-gila. Satu bulan terakhir ini, Janu sampai rela untuk bangun lebih pagi dari biasanya. Ia rela berangkat ke sekolah lebih awal demi bisa menyapa Dinda. Hal ini merupakan suatu prestasi bagi Janu mengingat hampir tiap minggu ia menjadi siswa yang langganan keluar masuk ruang BK, apalagi kalau bukan karena sering terlambat sekolah.

“Selamat pagi Dinda” sapa Janu kepada Dinda di lorong kelas. Tak lupa Janu menampilkan senyuman paling lebar yang pernah dia buat seumur hidupnya. Sungguh jika ada siswa lain yang melihatnya pasti mereka akan menganggap Janu sedang tidak waras.

“Pagi juga” balas Dinda sambil menampilkan senyuman canggung. Ini sudah kesekian kalinya Janu menyapanya dalam satu bulan terakhir. Dinda merasa agak bingung dan menggelengkan kepalanya, kaki jenjangnya ia langkahkan ke dalam kelas. Dinda lalu duduk di bangku sambil kembali memainkan ponselnya yang nanti akan dipakai untuk ulangan Bahasa Indonesia.

Saat menyapa Dinda tadi, Janu sekilas melihat foto di layar ponsel yang Dinda genggam. Kalau tidak salah foto yang sempat ia lihat tadi ialah foto salah satu aktor terkenal di Korea Selatan. Janu baru tahu jika Dinda merupakan salah satu penggemar drama Korea. Janu teringat kakak perempuannya yang juga merupakan pecinta drama Korea. Tiba-tiba Janu merasa tidak percaya diri karena aktor yang Dinda idolakan sangatlah tampan. Aktor tersebut memiliki kulit yang putih, tubuh tinggi dan model rambut yang sangatlah keren menurutnya.

“Ya Tuhan, kenapa sainganku sangat berat?” ratap Janu sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Janu merasa ingin menyerah saja, sepertinya Dinda tidak akan pernah menyukainya. Ia merasa rendah diri karena ia hanya siswa yang biasa-biasa saja. Janu merasa tidak terlalu pintar dan penampilannya tidaklah keren. Sungguh bagaikan langit dan bumi.

Sepulang sekolah Janu langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia memainkan ponsel dan mengetik nama aktor Korea yang tadi pagi ia lihat.

“Memang apa sih yang menarik dari dia ?” celetuk Janu sambil melihat lekat-lekat foto aktor tersebut dari layar ponselnya. Seakan-akan masih tidak terima.

“Tapi kalau dilihat-lihat memang keren sih dia ini, apalagi potongan rambutnya” gumam Janu mulai mengakui ketampanan wajah aktor di layar ponselnya. Seketika Janu berniat untuk mengubah gaya rambutnya yang sekarang, ia ingin terlihat seperti aktor tersebut. Minimal ada hal yang bisa Dinda sukai darinya, Janu mulai membulatkan tekat.

“Lihat saja setelah ini pasti Dinda bakalan suka sama aku” ucap Janu percaya diri sambil menghadap ke kaca kecil di kamarnya. Tak lupa rambutnya ia sisir menggunakan jari-jari tangan. Janu berjanji pada dirinya sendiri, dia akan mengubah penampilannya agar bisa menarik di mata pujaan hatinya.

Satu bulan berlalu, kini Janu berangkat ke sekolah dengan penampilan yang baru. Tubuhnya terbalut jaket berbahan jeans berwarna navy. Dua jari tangan kirinya ia hiasi dengan cincin warna perak. Jam tangan bermerk ia pakai dipergelangan tangan kanannya. Hasil dari pinjaman. Tak lupa rambutnya yang dulu pendek ia panjangkan sampai menutupi kerah seragamnya. Rambutnya juga ia beri gel pomade agar terlihat keren. Janu rela menghabiskan shampo milik kakak perempuannya, berharap rambutnya tumbuh lebih cepat, lebat dan berkilau layaknya model iklan.

“Hari ini aku tampan sekali” ucap bangga Janu sambil berkaca di jendela kelasnya. Tubuhnya ia miringkan ke kanan dan kekiri untuk memastikan penampilannya hari ini sempurna. Niatnya ia ingin menyapa Dinda lagi setelah hampir satu bulan sengaja menghindarinya. Janu ingin memberikan kejutan. Kepercayaan dirinya meningkat berkali-kali lipat sekarang, karena penampilan dan potongan rambutnya sudah mirip dengan aktor kesukaan Dinda. Janu melanjutkan langkahnya menuju ke kelas, namun tiba-tiba terdengar suara yang sudah tidak asing baginya.

“Haiii Janu, hari ini kamu keren sekali” ucap orang tersebut dari arah belakang.

Tiba-tiba jantung Janu berdebar cepat, tubuhnya membeku sesaat dan pelan-pelan dia mencoba untuk membalikkan badannya ke arah sumber suara.

“Matilah aku” ucap Janu dengan nada pelan. Tiba-tiba tubuhnya berkeringat karena orang yang baru saja menyapanya adalah Pak Rudi, guru BK paling galak di sekolahannya. Janu sudah seperti maling jemuran yang baru saja tertangkap basah, ia mati kutu.

“Kenapa diam saja hah?” tanya Pak Rudi sambil berkacak pinggang. Siap-siap menceramahi Janu dengan semangat berapi-api.

“Eh eh tidak Pak he he” jawab Janu menciut karena tatapan tajam Pak Rudi.

“Ayo sini anak ganteng ikut saya sebentar” ucap Pak Rudi sambil menjewer telinga kanan Janu.

“Ehhh iya iya ampun Pak” balas Janu sambil meringis kesakitan pasrah digiring gurunya masuk ke ruang BK. Tamatlah riwayatnya.

“Kamu itu mau sekolah atau ikut fashion show hah?” tanya Pak Rudi sesampainya di ruang BK. Janu yang duduk hanya bisa menunduk lesu tidak berani menatap langsung Pak Rudi.

“Kamu kan tahu sendiri sekolah punya aturan kalau rambut siswa laki-laki tidak boleh panjang, lalu apa-apaan ini Janu?” tanya Pak Rudi lagi sambil menarik-narik rambut Janu yang susah payah ia panjangkan. Janu hanya bisa bungkam dan tidak bisa mengelak lagi.

“Bapak sudah lelah ya berurusan dengan kamu, dulu sering terlambat sekarang malah jadi seperti ini. Kamu tidak berfikir bagaimana perasaan orang tua kamu kalau sampai mereka saya panggil ke sekolah?” tanya Pak Rudi dengan nada sedikit mengancam.

“Ampun Pak maafkan saya, tolong jangan panggil orang tua saya ke sekolah. Saya janji tidak mengulanginya lagi Pak, sumpah Pak demi Allah” rengek Janu kepada Pak Rudi. Dia tidak mau lagi dimarahi dan membuat sedih kedua orang tuanya. Janu tidak mau dicap sebagai anak durhaka. Lagi pula harusnya Janu sadar bahwa cepat atau lambat rambut panjangnya akan ketahuan juga oleh guru BK.

“Baiklah kali ini saya ampuni, tapi kalau sampai kamu membuat onar lagi saya tidak segan-segan memberikan hukuman yang jauh lebih berat. Kamu dengar ?” tanya Pak Rudi sambil memijat pelipis kepalanya. Heran dengan kelakuan anak jaman sekarang.

“Iya Pak saya janji, Bapak bisa pegang kata-kata saya” jawab Janu bersungguh-sungguh.

“Oke sekarang kamu harus menerima hukumannya terlebih dulu” ungkap Pak Rudi sambil mengeluarkan alat cukur elektrik dari laci meja kerjanya. Janu kaget dan tidak berkutik, ia harus mengucapkan selamat tinggal kepada rambut indahnya. Seketika Janu merasa bersalah kepada kakak perempuannya, karena shamponya habis ia pakai secara diam-diam. Sungguh perjuangan cinta yang sia-sia.

Dan disinilah Janu sekarang, berjalan gontai menyusuri taman kota. Potongan rambutnya yang tidak beraturan hasil karya Pak Rudi ia tutupi dengan topi sekolah. Pupus sudah harapannya untuk membuat Dinda terpesona. Pikir Janu sambil menuju tempat potong rambut Madura yang dulu sering ia kunjungi. Ia terpaksa menggunakan uang jajannya esok hari untuk merapikan potongan rambutnya. Andai saja dia tidak berulah pasti dia tidak harus memotong rambutnya sampai benar- benar pendek seperti sekarang. Setelah selesai memotong rambutnya Janu pulang ke rumah dengan perasaan yang menyesal. Sebelum menuju ke rumah, ia mampir ke rumah temannya dulu untuk mengembalikan cincin dan jam tangan yang kemarin ia pinjam.

Keesokan harinya Janu berangkat sekolah seperti biasa, ia berusaha untuk tidak terlambat. Penampilannya sekarang jauh lebih rapi dibandingkan yang kemarin. Rambutnya yang pendek, hampir ke arah gundul disinari cahaya mentari pagi ini. Potongan rambutnya yang baru tidak ia tutupi lagi dengan topi sekolah. Janu berjanji dalam hati untuk tidak berurusan lagi dengan guru BK. Kejadian yang kemarin hampir membuatnya dicoret dari Kartu Keluarga.

“Cieee rambut baru nih” goda Roi teman sekelas Janu sambil berteriak dari tempat duduknya.

“Sttt… tidak usah keras-keras dong Roi. Kenapa keren ya rambutku?” Ucap Janu sambil bertanya jahil ke Roi, seakan bangga dengan rambutnya yang sekarang.

“Iya-iya keren kaya calon polisi” balas Roi sambil memanyunkan bibirnya.

“Tumben kau potong rambut sampai sependek ini Jan? Kau kemanakan rambut berkilaumu yang kemarin itu” tanya Indra penasaran sambil berjalan menghampiri Janu dan Roi, bibirnya dihiasi senyum mengejek.

“Siapa lagi kalau bukan karena Pak Rudi” jawab Janu malas sambil duduk di kursinya.

“Apa ku bilang, kau saja yang bebal. Lain kali tidak usah aneh-aneh. Lagipula penampilanmu yang kemarin tidak ada keren-kerennya. Kau malah seperti om-om genit di terminal” komentar Roi

tidak kalah pedasnya. Janu mulai kesal, kedua temannya ini bukannya memberikan semangat malah membuat hatinya semakin kesal. Andai saja ada jasa tukar tambah teman.

“Sudah-sudah jangan sedih. Ini aku beri kabar baik buat kamu” ungkap Indra sambil memberikan selebaran pamflet. Itu adalah pamflet lomba debat Bahasa Inggris tingkat sekolah. Kegiatan tahunan yang sudah ia tunggu-tunggu dari dulu. Meskipun ia tidak pintar di mata pelajaran lainnya, minimal untuk yang satu ini dia lumayan menguasai.

Thanks my bro, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan bagus kali ini” ucap Janu sambil tersenyum senang. Tiba-tiba mood-nya membaik mendengar kabar tersebut.

Dua minggu setelah mendaftarkan diri, Janu mulai disibukkan oleh kegiatan lomba. Meskipun awalnya pesimis tapi pada akhirnya ia keluar sebagai juara dua lomba tersebut. Janu cukup puas dengan pencapaiannya kali ini, akhirnya ada hal yang bisa ia banggakan kepada orang lain terutama orang tuanya.

“Ternyata kamu pintar juga ya, saya kira kamu cuma pintar membuat onar saja. Ngomong- ngomong selamat ya” ucap Pak Rudi kepada Janu setelah ia diumumkan sebagai juara dua lomba debat Bahasa Inggris.

“Iya dong Pak, saya dulu kan sudah janji mau berubah” jawab Janu sambil meringis menampilkan senyumannya.

Teman-teman kelas Janu satu persatu memberikan ucapan selamat kepadanya. Mereka tidak menyangka bahwa Janu bisa menjadi perwakilan kelas yang membanggakan. Setelah pulang sekolah pun banyak temannya dari kelas lain yang mengucapkan selamat.

“Selamat ya Janu, kamu hebat.” ungkap Dinda yang tiba-tiba muncul dari pintu kelasnya.

“Aku baru tahu kalau kamu pintar Bahasa Inggris, sepertinya aku perlu belajar banyak ke kamu Jan” timpal Dinda lagi. Janu seketika membeku beberapa detik. Ia tidak menyangka Dinda sampai rela datang ke kelasnya untuk mengucapkan selamat. Mimpi apa Janu semalan?

“I-iya iya Din, aku usahakan b-bantu” ungkap Janu dengan suara tergagap saking senangnya. Setelah Dinda pergi, Janu mulai tersadar bahwa ia tidak perlu repot-repot menjadi orang lain hanya untuk bisa mendapat perhatian darinya. Sekarang ia tidak ingin meniru siapa pun lagi. Setelah kejadian ini Janu berjanji, ia akan menjadi dirinya sendiri dengan versi terbaiknya.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *